Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim |
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk meniadakan ujian nasional (UN) untuk tahun 2020, yang sebelumnya sudah ada kesepakatan UN dihapus mulai tahun 2021.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan risiko pelaksanaan UN sangat tinggi. Karena hal tersebut, Nadiem membeberkan alternatif terkait ujian akhir di masing-masing sekolah.
"Jadi, setelah kami timbang pro dan kontra, Kemendikbud, rasa bahwa lebih banyak risikonya daripada benefit untuk melanjutkan UN," ujar Nadiem dalam konferensi video pada Selasa 24 Maret 2020 lalu, menambahkan jika UN bukan syarat kelulusan atau seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Walaupun UN ditiadakan, Nadiem Makarim mengatakan institusi pendidikan tetap bisa melakukan ujian sekolah dengan syarat tidak diperkenankan untuk melakukan tes tatap muka yang mengumpulkan siswa dalam ruangan kelas. "Ini tidak boleh dilakukan," tegas Nadiem.
"Ujian sekolah bisa di administrasi dengan berbagai macam opsi. Sekolah bisa melaksanakan ujian sekolah, misalnya melalui online, kalau mau. Atau dengan (akumulasi) nilai 5 semester terakhir. Itu adalah opsi yang bisa ditentukan oleh masing-masing sekolah," jelasnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan ujian sekolah tersebut tidak dilihat untuk mengukur ketuntasan seluruh pencapaian kurikulum, karena masih banyak sekolah yang tidak dapat optimal dalam melakukan pembelajaran secara online.
"Kami tidak memaksakan bahwa ujian sekolah itu harus mengukur ketuntasan pencapaian kurikulum sampai semester terakhir ini, yang terdampak oleh bencana COVID-19 dan terdisrupsi pembelajarannya," paparnya.
Keputusan ini sebagai bagian dari sistem respons pandemi corona atau COVID-19 yang salah satunya adalah pengutamaan keselamatan kesehatan rakyat. Seperti yang telah disampaikan bahwa sistem respon COVID-19 harus menyelamatkan kesehatan rakyat, daya tahan sosial dan dunia usaha.