Padang-- Meskipun Provinsi Sumatera Barat sebagian besar wilayahnya kawsan hutan, namun Sumbar menjadi salah satu provinsi yang paling sedikit kebakaran hutan dan lahan (Kalhutla) terjadi. Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengharapkan kebakaran hutan semakin berkurang, bahkan bisa nihil di tahun-tahun berikutnya.
Kebakaran hutan dan lahan termasuk kategori bencana yang perlu diantisipasi dan diwaspadai. Lambat mengatasinya, apalagi sampai gagal, maka kebakaran akan menjadi bencana bagi daerah, bahkan sampai ke negara tetangga.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno pada Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumbar Tahun 2020 di Pangeran Beach Hotel, Rabu (2/12/2020).
Ia mengatakan, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, upaya pencegahan sedini mungkin tetap harus dikedepankan. Untuk itu perlu koordinasi yang lebih insentif seluruh pemangku kepentingan di Sumbar, agar lebih meningkatkan kewaspadaan terjadinya bencana karhutla.
"Kita mengapresiasi upaya yang dilakukan dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan dari Dinas Kehutanan, bersama TNI, Polri, BPBD, Brigade Kahutla, perusahaan, dan masyarakat peduli kebakaran sehingga berdampak terhadap berkurangnya kebakaran," kata Gubernur dalam sambutannya.
Irwan Prayitno mengatakan, Sumbar termasuk yang sedikit kebakaran hutan. Walaupun masih terdapat pantauan adanya hotspot (titik panas) di beberapa kabupaten/kota, namun Sumbar jauh lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain, khususnya dalam upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan.
"Di Sumbar kebakarannya masih kecil, kita cukup bagus pengendalian kebakaran hutan. Petugas kita mementingkan lakukan pencegahan sebelum kebakaran tersebut terjadi," ungkapnya.
Saat hotspot terpantau setelit, kalau ada api langsung dipadamkan, upaya ini selain dilakukan brigade juga dilakukan masyarakat di sekitar hutan, dan perusahaan yang mengelola hutan.
"Alhamdulillah, sekitar 230 ribu hektar itu dikelola oleh masyarakat, tidak ada sedikitpun kebakaran. Karena masyarakat sekitar hutan tersebut langsung jadi polisinya," ucapnya.
Irwan Prayitno mengimbau masyarakat yang ada pada kawasan hutan terdapat nagari dan desa yang sebagian besar berbatasan harus dapat terus menjaga hutan. Termasuk meminta kepada seluruh pelaku industri di kawasan hutan agar cepat tanggap jika menemukan hotspot atau titik api.
"Kita ingatkan kepada pengusaha, jangan ambil manfaat saja, jangan cari untung saja, tapi lupa kepada dampak lingkungan, medis, kemanusiaan, dampak ekonomi dan lainnya.
Jangan lagi membakar lahan, kalau masih tetap melanggar izinnya kita cabut," tegas Irwan Prayitno.
Seperti diketahui, dampak kebakaran hutan tidak hanya pada kesehatan masyarakat berupa infeksi saluran pernafasan atau Ispa. Namun juga dapat menghentikan berbagai aktivitas, baik aktivitas pendidikan, bisnis dan sebagainya.
Gubernur Sumbar menyampaikan, dalam melakukan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dinas kehutanan memadukan kekuatan dengan TNI, Polri, BPBD, Dinas Lingkungan Hidup dan berbagai pihak lainnya, termasuk masyarakat.
"Adanya kerjasama ini, kita harapkan tahun depan kebakaran di Sumbar dapat semakin ditekan, kalau bisa nihil," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Yozarwardi Usama Putra menyebutkan selama tahun 2020 masih terjadi 12 titik kebakaran hutan di Sumbar. Ini menjadi perhatian khusus dari dinas kehutanan Sumbar melalui polisi kehutanan, dan brigade dengan rutin patroli agar tidak terjadi kebakaran hutan serupa. Jika masih ada diberikan tindakan hukum untuk efek jera supaya tidak mengulangi lagi.
"Kebijakan dalam mencegah sebelum kebakaran terjadi yakninya dengan memetakan daerah rawan, melakukan sosialisasi, melakukan patroli polisi kehutanan, termasuk bekerjasama TNI, Polri dan dengan masyarakat lokal," katanya.
Mencermati hotspot dari satelit yang diterbitkan Kementerian LHK, Yozarwardi mengatakan langkah pertama yang dilakukan adalah memastikan kebenaran titik api yang terpantau tersebut kebakaran.
"Kalau memang api, kami punya brigade di tingkat tapak atau nagari/desa, mereka yang pertama melakukan pemadaman. Apabila itu terjadi di kawasan perkebunan atau perusahaan pengelola hutan, itu kewajibannya memadamkan," ujarnya.
Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPI KLHK) Ruandha Agung Sugardiman mengakui bahwa selama ini Sumbar tergolong rendah kebakaran hutannya.
"Hotspot atau titik panas penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di seluruh Indonesia menurun dari 25.453 titik menjadi 2.191 titik yang berarti terdapat penurunan sebesar 91,39 persen. Di Sumbar tidak begitu banyak hostpot yang terpantau, dan kebakaran hutannya juga relatif minim," katanya.
Pihaknya juga berharap untuk tetap menjaga sinergitas dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait dalam rangka pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan. Hal ini tidak terlepas dari kerja keras dan kolaborasi bersama berbagai pemangku kepentingan.
"Partoli pencegahan di desa rawan Kahutla terus dilakukan. Sosialisasi dan kampanye, serta pendidikan di sekolah agar kesadaran mengelola pengendalian kebakaran hutan sejak dini juga dilaksanakan," katanya.
Selain itu, Dirjen PPI KLHK menyebut
Teknologi modifikasi cuaca juga menjadi salah satu upaya dari kementerian limgkungan hidup bersama BPTP untuk melakukan TMC. Ini dimamfaatkan untuk membahasi lahan gambut yang sudah mengalami kekeringan parah dalam mencegah terjadinya kalhutla.
"TMC dapat bermamfaat mengatasi agar lahan gambut supaya tak kering, mengatasi kabut asap akibat kalhutla, dapat dimamfatkan untuk memadamkan di area luas dan api yang besar, serta dapat mengatasi kekeringan di wilayah tertentu," katanya. (bs)